Showing posts with label Lingkungan. Show all posts
Showing posts with label Lingkungan. Show all posts

Thursday, May 19, 2011

2100, Air Laut Dunia Naik 1,6 Meter


LONDON - Perubahan iklim yang cepat di kutub utara termasuk pencairan es di Greenland dapat menaikkan tinggi permukaan air laut dunia menjadi 1,6 meter pada tahun 2100, ungkap sebuah laporan terbaru.

Niaknya tinggi permukaan air laut, yang melebihi perhitungan para ilmuwan tersebut, dapat mengancam pantai dari wilayah Bangladesh sampai ke Florida, dari kepulauan pasifik, Inggris sampai Shanghai. Naiknya permukaan air laut tersebut juga mampu mengancam wilayah Jepang. Demikian seperti yang dikutip dari Reuters, Rabu (4/5/2011).

"Dalam kurun waktu enam tahun terakhir, telah terjadi periode terhangat yang pernah terjadi di Kutub Utara," ujar pihak Arctic Monitoring and Assessment Programe (AMAP).

"Di masa depan, tingkat permukaan air laut diproyeksikan akan naik dari 0,9 meter sampai 1,6 meter pada tahun 2100. Mencairnya es dari gleiser Kutub Utara dan lapisan es Greenland juga akan turut mempengaruhi," tambah pihak AMAP.

"Gleiser kutub utara dan lapisan es Greenland menyumbang sekira 40 persen kenaikan air laut dengan pergerakan 3mm per tahun, yang dihitung sejak tahun 2003 sampai 2008," katanya.

Menteri Luar Negeri dari negara-negara perkumpulan Dewan Kutub Utara seperti Amerika Serikat, Rusia, Kanada, Swedia, Finlandia, Denmark, Norwegia dan Islandia, akan melakukan pertemuan di Greenland pada tanggal 12 Mei untuk membahas pemanasan kutub utara. Pemanasan yang kini terjadi di kutub utara mencapai dua kali lipat di atas rata-rata.

Sumber : techno.okezone.com melalui Vivanews Forum

Duh, Hutan Aceh Diagunkan Broker Asing


Carbon Conservation, perusahaan broker karbon asal Australia, menjadikan hutan Aceh sebagai agunan. Perjanjian kerja sama pemasaran dan penjualan karbon kredit hutan Aceh dengan Pemerintah Aceh dijadikan aset dalam bertransaksi saham dengan East Asia Minerals Corporation, perusahaan tambang emas Kanada yang telah mengeksplorasi emas di hutan Aceh.

Demikian diungkapkan Koordinator Nasional Greenomics Indonesia, Vanda Mutia Dewi, dalam siaran persnya, Kamis (5/5/2011). Menurut Vanda, informasi tersebut didapat dari siaran pers yang diterbitkan East Asia Minerals Corporation tertanggal 3 Mei 2011 (waktu Kanada).

"East Asia Minerals Corporation, yang tercatat pada Toronto Stock Exchange, menyatakan bahwa mereka akan membayar tunai sebesar 500.000 dollar AS serta menerbitkan 2,5 juta lembar saham untuk Carbon Conservation," kata Vanda.

Dalam perjanjiannya dengan Pemerintah Aceh pada Juli 2008 lalu, Carbon Conservation mendapatkan hak eksklusif dalam pemasaran dan penjualan karbon kredit hutan Aceh pada Blok Ulu Masen seluas 700.000 hektar.

Dengan adanya transaksi dengan East Asia Minerals Corporation tersebut, kata Vanda, Carbon Conservation secara jelas telah menjadikan hutan Aceh seperti agunan yang digadaikan melalui suatu skema transaksi saham.

Di satu sisi, East Asia Minerals Corporation punya kepentingan bisnis tambang emas di hutan Aceh (Miwah Project). Di sisi lain, Carbon Conservation memiliki hak eksklusif dari Gubernur Aceh untuk menjual dan memasarkan karbon kredit dari 700.000 hektar hutan Aceh pada blok hutan Ulu Masen.

"Mengapa hutan Aceh dijadikan aset oleh Carbon Conservation untuk mendapat dana dari transaksi saham dengan East Asia Minerals Corporation? Ini jelas mengandung konflik kepentingan," ujar Vanda.

Dengan kata lain, Carbon Conservation telah menyalahgunakan perjanjian kerjasamanya dengan Pemerintah Provinsi Aceh. Karena itu, transaksi saham itu harus ditolak mentah-mentah. Menurut Vanda, motif transaksi tersebut sangat jelas untuk kepentingan bisnis East Asia Minerals Corporation dan Carbon Conservation. Buktinya, pernyataan dari East Asia Minerals Corporation dalam siaran persnya yang menyebutkan pelaku bisnis perhiasan skala besar melakukan boikot terhadap emas yang diambil dari praktik pertambangan yang tidak ramah lingkungan, atau mengambil emas dari kawasan-kawasan yang sensitif secara lingkungan.

"Hutan Aceh, terutama kawasan hutan lindungnya, tergolong kawasan-kawasan yang sensitif secara lingkungan. Perjanjian kerjasama antara Pemerintah Provinsi Aceh dan Carbon Conservation telah dijadikan tameng operasi tambang East Asia Minerals Corporation melalui transaksi saham antara kedua perusahaan itu," jelas Vanda. Greenomics Indonesia menentang keras langkah Carbon Conservation tersebut. Greenomics meminta Gubernur Aceh Irwandi Yusuf untuk tidak membiarkan transaksi tersebut berlanjut.

Vanda mengaku sudah mengonfirmasikan hal ini kepada Gubernur Aceh Irwandi Yusuf. Gubernur menegaskan, tak pernah mengeluarkan rekomendasi apa pun terkait operasi East Asia Minerals Corporation di Aceh. "Bahkan, Gubernur mengaku aneh, East Asia Minerals Corporation sekarang operasional," lanjut dia.

Tindakan Carbon Conservation juga dinilai sebagai pelecehan Undang-Undang 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Greenomics telah meminta Pemerintah Aceh segera mendesak Carbon Conservation membatalkan transaksi saham tersebut. "Kami juga telah sampaikan masalah Carbon Conservation ini kepada Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) Hasbi Abdullah. Ketua DPRA dengan tegas menyatakan menolak transaksi saham antara Carbon Conservation dan East Asia Minerals Corporation yang melibatkan hutan Aceh tersebut," tandas dia.

Sumber : sains.kompas.com melalui Vivanews Forum

Telur Terlarang di Kota Padang

Perdagangan telur penyu di Kota Padang, Sumatera Barat, sudah sampai pada taraf mengkhawatirkan. Berdasarkan Pusat Data dan Informasi Penyu Sumatera Barat, Universitas Bung Hatta, Padang, transaksi perdagangannya merupakan yang terbesar di Indonesia.


Tidak kurang 22.000 butir telur penyu bisa diperjualbelikan hanya dalam waktu 11 pekan. Tempat terbuka, seperti warung-warung di kawasan wisata Pantai Padang, menjadi lokasi perdagangan yang aman dari jamahan hukum.

Sekalipun penyu termasuk hewan terancam yang dilindungi berdasarkan Convention and International Trade In Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) appendix I , perdagangannya terus dilakukan terang-terangan, bahkan masuk dalam salah satu program unggulan pariwisata.

Pada Selasa (17/5/2011) siang itu, seorang remaja putri berusia 12 tahun menjaga warung makanan dan minuman ringan milik orangtuanya. Sebut saja namanya Putri, yang tidak memahami bahwa salah satu barang dagangan milik orangtuanya adalah telur-telur penyu yang sesungguhnya dilarang diperjualbelikan.

Siang itu, bersama sejumlah bocah cilik, Putri menunggui warung tersebut. Tangan mungilnya mengaduk-aduk baskom berpasir berisikan telur-telur penyu yang baru datang dari pengepul.

"Direbus, Bang?" tanya Putri kepada calon pembelinya. Tak lama tiga butir telur penyu sisik sebesar bola pingpong sudah berpindah ke dalam panci berisi air menggelegak oleh panas kompor minyak tanah.

Sekitar lima menit kemudian, telur-telur tadi dimasukkan dalam plastik mungil. Suwiran kecil-kecil daun seledri dimasukkan dalam wadah itu untuk menghilangkan bau amis.

Dengan cekatan dibungkusnya plastik kecil tadi, lalu tiga butir telur penyu sisik tadi pun berpindah tangan.

Putri fasih bercerita bahwa telur-telur penyu yang dijual berasal dari Kabupaten Pesisir Selatan dan Kepulauan Mentawai. Untuk telur penyu sisik ditawarkan Rp 5.000 per butir dan Rp 6.000 per butir untuk telur penyu hijau.

Sudah sepuluh tahun terakhir orangtua Putri berjualan di kawasan wisata itu. Tidak kurang 100 butir telur penyu bisa dijual pada hari Minggu atau libur.

Pada hari-hari biasa antara 30 dan 50 butir telur penyu bisa dijual. Ada margin keuntungan hingga Rp 1.000 per butir telur yang bisa ditangguk pedagang seperti orangtua Putri.

Di sepanjang Jalan Muara yang berbatasan dengan Pantai Padang , tempat Putri menjaga warung milik orangtuanya, ada sejumlah pedagang lain yang menjajakan telur penyu. Nyaris semuanya adalah pedagang minuman dan makanan ringan dalam gerobak kayu beratap.

Jumlah pedagang telur penyu disinyalir juga makin banyak. Koordinator Pusat Data dan Informasi Penyu Sumatera Barat, Universitas Bung Hatta, Padang, Harfiandri Damanhuri MSc, mengatakan, pada tahun 2004 baru tercatat 18 pedagang.

Jumlah itu meningkat menjadi 22 pedagang tahun 2008 dan 26 pedagang pada 2011. Rata-rata setiap pedagang menjual 77,8 butir telur penyu per hari.

Jumlah itu, katanya, tidak sebanding dengan upaya konservasi berupa penetasan telur penyu yang dilakukan pemerintah selama ini di dua lokasi. Masing-masing di Pantai Mangguang, Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) Pusat Penangkaran Penyu, Desa Apar, Kecamatan Pariaman Utara, Kota Pariaman, dan di (KKLD) Pulau Karabak, Kabupaten Pesisir Selatan.

Pembiaran


Harfiandri mengatakan, mereka hanya berhasil menetaskan 383,84 telur penyu per bulan di KKLD Kota Pariaman dan 393,66 telur penyu per bulan di KKLD Kabupaten Pesisir Selatan. Padahal, eksploitasi pada tahun 2000 saja sudah mencapai 318,34 butir telur per hari, katanya.

Adapun jenis telur penyu yang diperdagangkan terbagi dalam empat jenis, yakni telur penyu penyu sisik (Eretmochelys imbricata), penyu hijau (Chelonia mydas), penyu lekang (Lepidochelys olivacea), dan penyu belimbing (Dermochelys coriacea).

Membedakan keempat jenis telur penyu dengan cangkang yang relatif lunak itu relatif mudah. Telur penyu sisik dan lekang besarnya seperti bola pingpong. Adapun telur penyu hijau menyerupai besar telur ayam dengan bentuk lebih bulat. Sementara telur penyu belimbing diameternya serupa dengan bola tenis.

Karena itulah, telur penyu belimbing realtif lebih mahal. Bisa mencapai Rp 10.000 per butir. Penyu belimbing juga termasuk spesies yang paling terancam, kata Harfiandri.

Ia mengatakan, berdasarkan siklus empat tahunan hingga lima tahunan bertelurnya penyu belimbing, telur jenis penyu itu terakhir kali ditemukan tahun 2010. Sebelumnya pada 2005 dan 2001 telur penyu belimbing juga ditemukan di sejumlah pedagang.


Menurut Harfiandri, hingga kini relatif tidak banyak yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi hal itu. Bahkan, katanya, telur penyu juga sudah mulai diperjualbelikan di pasar tradisional.

Ini dikarenakan tidak adanya fasilitas penangkaran penyu di Kota Padang. Padahal, kata Harfiandri, penyu juga diketahui suka bertelur di beberapa lokasi di wilayah pantai Kota Padang.

Erlinda Cahya Kartika yang mewakili bagian Konservasi dan Keanekaragaman Hayati di Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumbar mengatakan, saat ini sudah dilakukan penyusunan rencana aksi. Namun, tim untuk melaksanakan rencana aksi yang direncanakan terdiri atas BKSDA Sumbar, kalangan akademisi, Dinas Kelautan dan Perikanan Sumbar, serta pemerintah setempat itu belum juga dibentuk.

Hal itu ditambah dengan belum padunya visi pelestarian dengan pariwisata di Kota Padang. Bahkan, dalam brosur wisata, pengalaman makan telur penyu di kawasan pantai ini juga dipromosikan, kata Harfiandri.

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Padang Edi Hasymi pada Rabu (18/5/2011) mengatakan, hingga sejauh ini penjualan telur penyu di kawasan wisata Pantai Padang tetap menjadi salah satu andalan. "Kami sedang buat masterplan untuk tahun 2011 ini guna pembenahannya karena selama ini, kan, masih tradisional. Soalnya telur penyu itu ada pasarnya sendiri, ada yang memang senang dengan telur penyu," katanya.

Ia mengatakan, sekalipun memang terdapat kontroversi soal konservasi dan pemanfaatannya untuk industri pariwisata, telur-telur penyu itu dianggap masih dalam batasan yang aman untuk diperjualbelikan. Edi mengatakan, sekalipun banyak telur penyu yang dijual, upaya penangkaran juga dilakukan.

"Telur penyu adalah potensi wisata, tetap harus kita jual," kata Edi.


Sumber : sains.kompas.com melalui Vivanews Forum

Wednesday, April 20, 2011

Teka-Teki ‘Medan Magnet’ Purwokerto Terjawab

Aris Budiyanto, 48 tahun, seakan tak percaya. Motor yang dikendarainya mundur. Padahal jalan yang sedang dilaluinya menanjak. “Seperti ada yang menarik motor saya,” ujar warga Desa Banjarsari Kulon, Kecamatan Sumbang, Purwokerto, Jawa Tengah, Selasa 19 April 2011.


Aris sendiri bukan warga Banjarsari. Ia sengaja dari desa lainnya karena penasaran melihat tayangan televisi. Dalam tayangan beberapa stasiun televisi disebutkan jalan tersebut mengandung medan magnet yang cukup kuat atau yang dikenal dengan jabal magnet.

Tak heran begitu tiba di tempat itu ia langsung mencoba. Dari percobaannya itu, ia merasa motornya sudah direm. Tapi bukannya berhenti, motor yang ditumpanginya justru berjalan mundur.

Aris tidak datang sendirian. Ratusan warga dari berbagai tempat di Banyumas ikut datang dan mencoba membuktikan fenomena itu. Jalan dengan lebar sekitar dua meter itupun menjadi macet.

Muhammad Aziz, Dosen Jurusan Geologi Fakultas Teknik dan Sains Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto mengatakan tidak ada medan magnet di tempat itu. “Itu hanya ilusi optik,” katanya.

Aziz mengaku sudah melakukan penelitian sederhana dengan kompas. Dari kompas yang dibawanya, menunjukan tidak ada medan magnet di tempat itu.

Selain itu, ia juga sudah melakukan pengukuran dengan Global Positioning System (GPS). Dari pengukuran itu, ia mengatakan tanah yang dikira jabal magnet seperti yang ada di Kota Madinan itu, berada di ketinggian 717 meter di atas permukaan laut.

Dari pengukuran sekitar 30 meter, kata dia, ada penurunan ketinggian tanah sekitar dua derajat. “Jadi mobil atau motor yang berhenti terang saja akan mundur karena tanahnya memang miring,” kata dia.

Ia juga sudah melakukan pengukuran dengan gauss meter. Alat ini digunakan untuk mengukur medan magnet. “Hasilnya tetap saja, tidak ada medan magnet di jalan ini,” imbuhnya.

Menurut Aziz, bebatuan di sekitar jalan memang mengandung magnet. Hal itu wajar, karena batuan di daerah itu merupakan jenis andesit lava dari material vulkanik Gunung Slamet. Daerah ini memang tepat berada di lereng Gunung Slamet.

Sukmaji, Dosen Fisika Fakultas Teknik dan Sains Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto membenarkan adanya fenomena ilusi optic di tempat itu. “Fenomena ini persis seperti di Gunung Kelud, tidak ada magnet di sini,’ katanya.

Ia menjelaskan, di sebelah jalan tersebut ada lembah yang ditanami rumput gajah. Di sisi yang lain, jalan berbatasan dengan tebing. Komposisi tersebut membuat mata tertipu karena adanya letak geografis yang kontras antara jalan dengan lembah.

Dalam percobaan sederhanaya, botol air mineral yang berisi air akan tergelincir. Padahal, kata dia, jika benar ada jabal magnet, botol air mineral tersebut tidak akan bergerak. “Ini hukum gravitasi biasa,” ujarnya.

Fenomena ini, bisa dijelaskan dengan melakukan percobaan menyorotkan senter ke dalam air. Air akan terlihat berbelok, padahal tidak. Demikian dengan ilusi optic di jalan itu, jalan kelihatan naik tapi ternyata menurun.

Ia menghimbau kepada masyarakat agar tidak memandang fenomena tersebut sebagai sesuatu yang mistis. “Ada penjelasan rasional dan ilmiah tentang fenomena ini, ini hal biasa saja,” imbuhnya.

Stop Berburu Burung di Surabaya

Sindo, 20 April 2011 – Warga Surabaya kini tak bisa sembarangan menangkap burung. Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengeluarkan surat keputusan (SK) tentang larangan menangkap burung di Kota Pahlawan.

SK itu keluar untuk antisipasi serangan ulat bulu. SK itu kemarin di kirim pada camat, lurah dan ketua RW di wilayah Kota Surabaya. Dalam SK yang ditandangani Wali Kota Surabaya ini, banyak kebijakan yang dikeluarkan seperti mendirikan posko ulat bulu untuk menampung informasi masyarakat. SK tertanggal 11 April 2011 nomor 521/1598/436.6.9/2011 berisi tiga instruksi.

Selain melarang menangkap burung dan pembentukan posko penanggulangan ulat bulu, SK ini juga mencantumkan teknik pembasmian ulat bulu. Ada beberapa jenis pestisida organik yang dijelaskan dalam surat instruksi tersebut. Di antaranya semprotan serangga, cara membuatnya yakni ulat bulu yang menyerang ditumbuk dan ditambahkan air, kemudian dibiarkan selama dua hari. Setelah disaring, airnya disemprotkan pada tanaman yang terserang dan yang akan diserang oleh ulat bulu.

Terpisah, Koordinator Posko Ulat Bulu Alexandre S Siahaan menuturkan, sudah banyak warga yang menghubungi posko untuk melaporkan adanya ulat bulu didaerahnya, atau mencari tahu bagaimana penanganannya. Seperti Selasa kemarin (19/4), sebanyak 10 warga dari daerah Darmo Permai, Bendul Merisi,Wisma Medokan Ayu, Mulyosari, Gunung Anyar, Ketintang, Mayjen Sungkono, Kenjeran Dalam yang menghubungi posko.

Dari mereka, jelas Alex, ada yang mencari tahu bagaimana cara penanganan ulat bulu dan ada yang memberitahukan jika daerahnya ada ulat bulu, seperti laporan dari warga Kenjeran Dalam. “Barusan kita dapat laporan dari warga Kenjeran Dalam, namanya Pak Fauzi, yang melaporkan ada banyak ulat bulu di daerahnya. Karena katanya banyak, kami langsung menurunkan tim ke sana, dan membawa tangki sekalian,” paparnya.

Saat ini, katanya, daerah yang ditemukan ulat bulu di Surabaya ada di daerah Rungkut, Wonorejo, Kalianak dan Kenjeran Dalam. “Posko kami buka 24 jam. Setiap laporan yang masuk dari warga, akan langsung kami tindaklanjuti,” katanya. Mengenai persediaan obat, Alex menjelaskan, obat ulat bulu di Distan masih cukup banyak yakni sebanyak 40 kaleng. aan haryono

Sumber : www.seputar-indonesia.com

Friday, April 15, 2011

Wabah Ulat Bulu dan Penangkapan Berlebihan Burung Berkicau, Tokek dan Kroto Semut

Kompasiana : Merebaknya serangan ulat bulu di sejumlah daerah Indonesia terakhir ini disinyalir akibat rusaknya keseimbangan rantai makanan. Hilangnya populasi predator alami di alam liar membuat ledakan populasi ulat bulu. Predator pemakan ulat seperti burung, tokek, dan kroto semut rangrang, menjadi komoditas ekonomi yang mempunyai harga yang cukup tinggi di pasaran membuat perburuaan hewan ini pada ambang batas yang mengkhawatirkan.

Peningkatan populasi burung liar di alam bebas pernah meningkat pada waktu heboh penyebaran flu burung, sehingga penggemar burung berkicau menurun dan permintaan di pasaran merosot tajam.
Sudah menjadi hal yang langka bahwa kita masih bisa menikmati kicauan burun liar di pepohonan halaman rumah kita seperti burung Kutilang, burung Prenjak, burung Ciblek yang pada 10 tahun yang lalu masih sering kita dapatkan berkeliaran bebas di sekitar lingkungan rumah kita. Hal serupa juga terjadi pada hewan Tokek mirip cecak besar, hewan yang dulu biasa gampang kita jumpai pada rumah-rumah penduduk maupun pepohonan, di pasaran laris manis dengan harga 10-15 ribu rupiah/ekor. Tokek dipercaya merupakan obat mujarab untuk penyakit kulit, dan permintaan luar negeri komoditi ini untuk ekspor sangat tinggi. Sedangkan kroto/ larva semut Rangrang merupakan pakan favorit burung berkicau dan campuran untuk umpan memancing laku di pasaran dengan harga 75-150 ribu Rupiah/Kg.

Sudah saatnya kita memikirkan bagaimana menangkarkan komoditi - komoditi ini, sehingga penangkapan berlebihan di alam bisa dikurangi, dan keseimbangan ekosistem tidak terganggu dan terjaga.

Sumber : regional.kompasiana.com